Cerita lama jika kita membahas perseteruan yang terjadi di jagad persepakbolaan negeri ini. PSSI maupun KPSI terkesan urung untuk berdiskusi menyelesaikan masalah in. Keduanya seperti dua buah kutub magnet yang saling tolak-menolak.

Seperti kita tahu bahwa PSSI versi Djohar Arifin lah yang resmi di bawah naungan FIFA. Namun KPSI juga telah mengklaim bahwa 70% lebih anggota PSSI telah mendukung mereka. Kedua kubu ini sama-sama unggul. Yang satu secara de jure, yang satu secara de facto. Dan keduanya tidak mau mundur sebelum salah satu kubu tumbang.

Kondisi yang sama terjadi pada gerakan #IndonesiaTanpaJIL dan #IndonesiaTanpaFPI. Bukan bermaksud mempermasalahakan salah satu ataupun keduanya. Namun saya merasakan sedikit pergeseran nilai dari gerakan tersebut. Memang, saya menolak keras dengan gerakan pendangkalan aqidah yang dilakukan oleh JIL. Namun seakan-akan gerakan #IndonesiaTanpaJIL muncul karena untuk melawan gerakan #IndonesiaTanpaFPI. Padahal tentu, ada nilai yang lebih besar dibanding hanya sekedar membuat gerakan tandingan belaka. Jika hanya dianalogikan sebagai gerakan tandingan, gerakan akan menjadi tumpul. Padahal, jika dianalogikan JIL itu “mempersilakan” manusia untuk masuk ke Neraka, sementara FPI “memaksa” manusia untuk masuk surga. Tentu kita bisa memilih sendiri.

Kedua kasus diatas bisa jadi merupakan perwujudan dari egoisme manusia. Sebuah istilah populer menyebutkan, “ones you dislike someone, everything he does will annoy you”. Sekali kita tidak menyukai sesorang, apapun yang dia lakukan akan membuat kita eneg. Pasti kita pernah merasakannya bukan? Wajar jika rasa eneg itu ditanggapi dengan hal yang positif. Namun akan berbahaya jika eneg itu berbuah rasa dengki. Kisruhnya PSSI bisa menjadi contoh jangka panjangnya.

Lalu bagaimana menyikapinya? Sesungguhnya Allah itu maha adil. Allah menciptakan manusia dengan tiga kelebihannya, nafsu, hati, dan akal. Egoisme muncul karena nafsu yang paling dominan. Untuk mengalahkannya mudah. Hati kita harus kuat. Dan bagaimana menguatkan hati? Tentu kita semua sudah akrab dengan tembang “Tombo Ati” gubahan Sunan Bonang .

Mungkin kita bisa sedikit belajar dari kisah yang dialamai oleh seorang sahabat nabi, Ali ibn Abi Thalib. Dalam sebuah peperangan Ali sedang berhadapan dengan seorang musuh. Dengan mudah Ali berhasil membuat musuh tersebut tertekan. Ali sudah memiliki peluang untuk membunuh musuh tersebut. Namun tiba-tiba Ali diludahi oleh musuh tersebut. Namun, saat pedang diayunkan Ali menghentikannya.

“Mengapa kau berhenti?” Tanya sang musuh.

“Aku takut aku membunuhmu karena kau meludahiku, bukan karena Allah.” Jawab Ali